Ketenangan Itu

#28: Ketika kita tidak terlalu banyak memberi cinta kepada sesuatu yang semu.

Nur Zhafirah
2 min readMay 17, 2024
Photo by Leonard von Bibra on Unsplash

Apa kabar? Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah ya.

Akhir-akhir ini saya sering merasa lelah. Seakan-akan rutinitas saya terkesan monoton. Efeknya, jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan rebahan. Kalau sudah begini, biasanya saya memilih mode silent untuk sementara waktu. Rehat sejenak dari beberapa hal yang membuat fokus saya berantakan.

Selama masa rehat, saya paksakan diri untuk jalan pagi, nggak aktif sosial media, ponsel di mode pesawat dan saya letakkan sebisa mungkin di tempat tersembunyi. Biar apa deh?

Biar…bisa menikmati seharian penuh tanpa gangguan.

Siapa tahu ada ide-ide unik yang berkeliaran sebagai bahan untuk menulis, karena bisa dibilang semangat saya menulis juga mulai loyo.

Jalan sendirian ba’da subuh begitu syahdu. Ditambah udara di pagi hari lagi segar-segarnya. Sembari mengatur nafas agar lebih rileks, saya menyapa beberapa meng yang sedang asyik bersantai di taman dekat rumah.

Tak luput, menyapa segelintir tetangga juga yang sudah mulai beraktivitas menyapu perkarangan rumah.

Selangkah demi selangkah saya berjalan mengelilingi komplek menikmati dedaunan yang berserakan di jalan, suara ayam berkokok, suara kicau burung yang semakin melengkapi suasana di pagi hari.

Bentar. Dedaunan di jalan kenapa harus dinikmatin deh? Aneh. Kan hanya daun yang jatuh?

Iya, benar kok. Itu memang hanya dedaunan yang sudah jatuh, berpisah dari tangkai pohon, tapi…dibalik itu saya juga sembari merenung. Segitu banyaknya daun yang berserakan, mengingatkan saya tentang firman Allah ta’ala,

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” Al-An’am:59

Kalau dibaca lagi tafsirnya, yakin, hati kita pasti akan semakin bergetar dan terharu dengan keagungan Allah dan keluasan ilmu-Nya. Semakin bertambahlah keimanan kita, karena tak ada yang luput dari pengawasan-Nya.

Hati kita akan diliputi ketenangan.

Karena kita hidup bukan untuk mengejar kebahagiaan, tapi yang kita kejar adalah ketenangan hidup.

Ketenangan hidup itu…

Ketika…

kita tidak terlalu banyak memberi cinta kepada sesuatu yang semu. Namun, justru memberikan cinta kita sepenuhnya kepada Al-Khaliq, Yang Maha Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala.

Cukuplah Allah sebaik-baiknya penolong. Cukuplah ridho Allah yang membuat hidup ini akan tetap baik-baik saja.

--

--

Nur Zhafirah

Lulusan Manajemen Rumah Sakit | Konten kreator muslimah | Mengobati overthinking dengan menulis.