Kesadaran Diri

#32: Hal yang terlihat sepele, namun butuh dilatih.

Nur Zhafirah
3 min readJun 14, 2024
Photo by Nijwam Swargiary on Unsplash

Semua orang punya kesadaran, tapi seberapa lekat kesadaran mereka terhadap diri mereka sendiri?

Dari sebuah artikel yang saya kutip,

Self-awareness is defined as “conscious knowledge of one’s own character, feelings, motives, and desires,” according to Oxford Language.

Psychologists Shelley Duval and Robert Wicklund proposed this definition:

“Self-awareness is the ability to focus on yourself and how your actions, thoughts, or emotions do or don’t align with your internal standards. If you’re highly self-aware, you can objectively evaluate yourself, manage your emotions, align your behavior with your values, and understand correctly how others perceive you.”

Sederhananya, mereka yang memiliki kesadaran diri tinggi dapat menafsirkan tindakan, perasaan, dan pikirannya secara objektif. Meskipun sebenarnya tidak mungkin untuk mencapai objektivitas total tentang diri sendiri, tentu saja ada tingkat kesadaran diri yang cukup representatif untuk dikategorikan obyektif.

Ini adalah skill yang langka, karena banyak dari kita yang terjebak dalam penafsiran emosi terhadap keadaan diri kita sendiri.

Semisal, ketika kita sedang mengalami ujian hidup, seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan anggota keluarga, kehilangan pertemanan atau ujian hidup lainnya yang lebih berat lagi. Ke mana larinya hati dan pikiran kita? Apakah kita memilih mengurung diri dan membiarkan diri kita terlalu lama terhanyut dalam amarah, kesedihan dan kekecewaan?

Atau sampai melampiaskannya dengan hal-hal yang melanggar batas norma agama?

Di titik inilah, ability dan skills kesadaran diri seseorang akan terlihat. Sejauh mana kesadaran diri itu dilatih.

Kesadaran diri yang saya maksud tidak hanya sekadar berlatih “merefleksikan diri” untuk hal-hal yang bersifat duniawi, hanya sekadar menyelesaikan masalah tanpa menyandarkan kepada sesuatu yang lebih berhak disandarkannya sebuah permasalahan.

Karena kesadaran diri kaitannya sangat erat dengan keadaan batin kita kepada Sang Pencipta, hubungan kita kepada Sang Pencipta.

Allah, Al-Khabir.

Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Allah sangat mengetahui apa yang ada dihati dan pikiran kita. Allah ta’ala juga sangat mengenal seluruh ciptaan-Nya dan tidak ada satu pun yang luput dari pengawasan-Nya.

Dan melatih kesadaran diri adalah sebagai bentuk diri kita untuk semakin mendekatkan kepada-Nya. Bentuk kesadaran diri sebagai seorang hamba yang mengetahui tujuan hidupnya untuk apa?

Ketika kita sadar secara penuh dengan tujuan hidup kita, kita tahu hidup ini bukanlah sekadar main-main saja, bukan sekadar mengumpulkan harta atau perkara dunia lainnya.

Sehingga ketika kita dihadapkan oleh pahitnya kehidupan, kita tidak akan terombang-ambing dan kehilangan arah. Kita tidak akan putus asa dan merasa tidak berharga.

Karena kita sangat yakin dan percaya, Allah telah menakdirkan yang terbaik untuk kehidupan kita. Sekalipun kita menganggap adanya takdir buruk. Namun, di sisi Allah tidak ada keburukan melainkan itu adalah kebaikan untuk diri kita sebagai hamba. Allah Ar-Rahman, Ar-Rahiim.

Dulu di masa sekolah, saya pernah mengalami body shaming yang termasuk sebuah tindakan bullying secara verbal. Mereka adalah orang yang bisa dibilang cukup dekat karena kami berada disatu kelas yang sama. Kejadian bullying itu terjadi di kantin sekolah kami, yang notabenenya ada anak-anak kelas lain.

Mereka menjadikan fisik saya sebagai bahan guyonan, mengatakan saya tidak akan ‘laku’, bahkan sampai berkata tidak akan ada yang mau menjadi pasangan saya kelak karena fisik saya sangatlah tidak menarik menurut mereka. Penglihatan mereka seolah-olah sedang merampas fisik saya.

Hari itu saya begitu emosional. Dalam benak saya sampai mendoakan keburukan untuk mereka. Saya menafsirkan keadaan emosi saya bahwa tindakan tersebut harus dibalas keburukan, karena saya merasa tidak adil jika mereka saya perlakukan dengan kebaikan.

Namun, ketika usia semakin dewasa dan bertambanya pengalaman hidup. Saya menyadari bahwa merespon hal negatif dengan yang negatif juga tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik. Saya jadi mudah insecure dan overthinking yang berkepanjangan.

Dan melawan semua itu ternyata butuh waktu yang tidak sebentar.

Saya bersyukur masih diberi kesempatan hidup oleh Allah ta’ala untuk melanjutkan hari-hari saya. Itu artinya masih ada kesempatan belajar menjadi manusia yang lebih baik lagi. Belajar lebih peka dengan sinyal dari Allah bila mulai salah arah. Belajar untuk sadar diri ketika mulai hilang kendali. Belajar untuk tidak merespon hal negatif dengan yang negatif. Belajar untuk lebih mendewasakan diri dengan membuang ego.

Dan kita tidak bisa melakukannya sendirian, kita butuh pertolongan Allah ta’ala. Kita butuh taufik-Nya agar kita bisa menjalani hari-hari dengan ketenangan. Tidak ada lagi perasaan dendam, hasad dan penyakit hati lainnya.

Karena kita telah mencukupkan semua itu dengan firman Allah ta’ala, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS. Ali ‘Imran: 173).

--

--

Nur Zhafirah

Lulusan Manajemen Rumah Sakit | Konten kreator muslimah | Mengobati overthinking dengan menulis.